http://www.ziddu.com/download/23082851/SebutsajanamakuEtty.docx.html
Sebut saja
namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA
swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk
tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai
tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang
oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan. Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak
mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II
sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan
perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu
murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik
saat kenaikan dari kelas I ke kelas II. Karena kepandaianku bergaul dan pandai
berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak
berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang
aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas
cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih
tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih
bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih
bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang. Suatu hari setelah
selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk
istirahat di kantin bersama teman- temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya,
sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih
menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ
cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang
cukup indah dan putih. Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut,
sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, “Selamat
pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum. “Ya, pagi semua. Wah,
kalian capek ya, habis main volley”. Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi
kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya
ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”. Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini
aja Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju. “OK, boleh-boleh aja kalau kalian
tidak keberatan”! Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali
lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain,
“Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”. Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk
duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan
kontan teman-teman ngatain aku. “Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket,
jangan mau Pak”. Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”. Kemudian sengaja
aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah
akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek,
jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku
berpura-pura minta maaf. “Sorry, ya Pak”. Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam
hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy. Di suatu
hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan
Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau
mengerjakan PR bersama- sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan
begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika
tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat
kedatanganku. “Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”. Aku menjawab,
“Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”. Lalu dia mengajak
masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini.
Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan
handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang
keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi
banget Pak, rumahnya”. Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan
siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”. Aku jawab, “Lumayan, Pak”. Lalu
dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke
warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”. Langsung kujawab,
“Ok-ok aja, Pak.”. Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku
jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya
terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy
pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa
Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir
semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan
langsung kubuka- buka. Aduh! Gambar- gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang
sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik
bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan
cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar. Tidak
disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!!
Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”. Astaga!
Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-
biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera
keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak
ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”. Pak Freddy hanya tersenyum
saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk
dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”. Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan
membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang
dengan segera. Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget
Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”. Dia menjawab sambil memasukan
sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat
iseng-iseng”. Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”. Dia bertanya
lagi, “Yang begituan yang mana”. Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum,
“Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”. Kemudian dia tertawa,
“Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh- oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy
menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya. Lalu dia menawarkan diri,
“Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”. Akupun langsung beranjak ke sana. Aku
segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas
tempat tidurnya. Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul
kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak
Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang
besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat
sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan. Pak Freddy
bertanya lagi, “Sakit, Et”. Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku
mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak
Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu
dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa
mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”. Akhirnya aku lemas dan kurebahkan
tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya. “Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”. Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan
ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku
mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah
berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami
berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi
yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang
masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu
tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang
cewek yang tampak pasrah di bawahnya. “Boleh saya seperti ini, Et?”. Aku tidak
menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy
menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar
dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku
yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke
vaginaku. Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam
vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin
otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan
sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan,
“Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk,
aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi,
ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan
tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat
dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku. Semakin lama rasa perih
berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok
vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak
Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya
dan mengelus- elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi
rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak
mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan
telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas
kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan
penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus
semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke
mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat
di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan
penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa?
Maaf, ya”. Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak
sakit Pak. Saya baru pertama ini”. Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku
tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur. Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan
oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku
dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata,
“Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”. Badanku masih agak lemas ketika
bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi.
Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami
berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika
Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-
bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku,
tidak merasa jijik lagi memegang- megang dan membersihkan penisnya yang perkasa
itu. Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas
secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali.
Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang
cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana
keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling
bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman
saja. Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy
untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut
tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan
Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua
sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku
sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting
bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru
bahasa Inggrisku itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong berikan saran anda biar Blog ini bisa berkembang